Kehidupan Si Peniti
Saat tidak butuh, ia ada. Saat kita butuh, ia pergi.
Ya, peniti.
Benda paling misterius di rumah. Ia akan menguap begitu saja saat kita mencarinya. Lalu ia akan muncul secara tak terduga di tempat yang tak terduga pula saat kita tidak membutuhkannya.
Memang malang nasib benda kecil ini. Ia jadi bersikap misterius, suka datang dan pergi begitu karena kita selalu menyepelekannya. Alasannya sederhana, karena kita merasa masih punya banyak.
Satu plastik peniti jumlahnya banyak. Tiap kali selesai dipakai, kita hanya asal taruh. Ditambah lagi dia kecil, jadi mudah hilang. Kemudian kita berpikir, “Ah ngga papa, masih ada banyak, kok”. Begitu terus sampai akhirnya peniti pun menguap tak berjejak.
Sama seperti waktu yang kita punya, ya. Ia hilang begitu saja. Kita buang-buang, kita tunda-tunda, begitu terus sampai akhirnya habis.
Ia pun habis dengan cepat atau lambat. Lambat, saat kita habiskan dengan setengah hati. Cepat, saat kita habiskan dengan sepenuh hati.
Aih, ingin rasanya mengembalikan waktu yang kuhabiskan dengan setengah hati itu, agar bisa kuhabiskan dengan perasaan gembira. Sayangnya, waktu tidak seperti peniti yang bisa dibeli. Kita hanya bisa menghabiskannya dengan baik atau kita buang saja cuma-cuma.
Setidaknya, peniti yang terbuang telah melakukan tugasnya dengan baik. Lalu, bagaimana dengan waktuku? Apa ia sudah kugunakan dengan baik?
Aku tidak tahu. Yang jelas, penitiku di bulan Juli sudah habis. Ini saatnya aku menjaga agar penitiku di bulan Agustus hingga bulan-bulan berikutnya tidak menguap begitu saja. Semoga ya.